Senin, 26 September 2011

Tugas Perpajakan Pertemuan 2 dan 3

1.  Sesuai dengan undang-undang nomor 28 tahun 2007, pemerintah menetapkan beberapa pengertian di bidang perpajakan diantaranya  :

Wajib Pajak
Wajib Pajak (WP) adalah Orang Pribadi atau Badan yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban perpajakan, termasuk pemungut pajak atau pemotong pajak tertentu.

Badan
Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupunyang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usahamilik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.

Masa Pajak
Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkanpajak yang terutang dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang ini.

Tahun Pajak
Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila Wajib Pajak menggunakan tahun buku yangtidak sama dengan tahun kalender.

Bagian Tahun Pajak
Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun Pajak.

Pajak Yang Terutang
Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, ataudalam Bagian Tahun Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokokpajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayaratau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.

Kredit Pajak

Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang  dikurangkan dari pajak yang terutang.

2.     NPWP
Pengertian Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)
Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP ) adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya.

Cara Mendapatkan NPWP dan NPPKP
Untuk memperoleh NPWP dan NPPKP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi kedudukan wajib pajak dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi. Selain mendatangi Kantor Pelayanan Pajak, Wajib Pajak dapat pula mendaftarkan diri secara online melalui e-registration di website Direktorat Jenderal Pajak www.pajak.go.id.

Penghapusan NPWP dan Persyaratannya
1.    WP meninggal dunia dan tidak meninggalkan warisan, disyaratkan adanya fotokopi akte kematian atau laporan kematian dari instansi yang berwenang;
2.    Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan, disyaratkan adanya surat nikah/akte perkawinan dari catatan sipil;
3.    Warisan yang belum terbagi dalam kedudukan sebagai Subjek Pajak. Apabila sudah selesai dibagi, disyaratkan adanya keterangan tentang selesainya warisan tersebut dibagi oleh para ahli waris;
4.    WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi, disyaratkan adanya akte pembubaran yang dikukuhkan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang;
5.    Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang karena sesuatu hal kehilangan statusnya sebagai BUT, disyaratkan adanya permohonan WP yang dilampiri dokumen yang mendukung bahwa BUT tersebut tidak memenuhi syarat lagi untuk dapat digolongkan sebagai WP;
6.    WP Orang Pribadi lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai WP.

Pencabutan Pengukuhan PKP
1.    1.PKP pindah alamat;
2.    2.WP Badan yang telah dibubarkan secara resmi;
3.    3.PKP lainnya yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai PKP.
Penghapusan NPWP dan Pencabutan Pengukuhan PKP dilakukan melalui proses pemeriksaan.
Fungsi NPWP adalah :
-       sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
-       sebagai identitas Wajib Pajak.
-       menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
-       dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.
Sanksi Bagi Wajb Pajak
Setiap orang yang dengan sengaja tidak mendaftarkan diri atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak, sehingga dapat merugikan pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang bayar.
3.    Surat Setoran Pajak (SSP)
Fungsi Surat Setoran Pajak Dan Batas
Fungsi SSP untuk sarana membayar pajak dan merupakan bukti pembayaran pajak.Batas waktu pembayaran pajak adalah paling lama 15 hari setelah saat terutangnya pajak atau berakhirnya masa pajak.

Angsuran Dan Penundaan Pembayaran Pajak
Peraturan Dirjen Pajak Nomor 38 Tahun 2008 itu memberi kesempatan WP untuk mengajukan penundaan pembayaran pajak. Syaratnya, WP itu mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya atau force majeur. Kondisi ini membuat WP harus bersedia menanggung denda berupa bunga sebesar 2% per bulan sejak jatuh tempo pembayaran pajak sampai dengan pelunasan. Paling banyak, WP mengangsur utang pajak ini sekali dalam sebulan.
Aturan ini juga membatasi masa pembayaran cicilan pajak. Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak hanya memberikan jangka waktu angsuran paling lama 12 bulan sejak penerbitan surat keputusan persetujuan pembayaran pajak, atau paling lamasampai dengan bulan terakhir tahun pajak berikutnya.
4.    Surat Pemberitahuan (SPT)
Pengertian SPT ( Surat Pemberitahuan)
SPT adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.

Fungsi SPT
a.    Wajib Pajak PPh
Sebagai sarana WP untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
-       pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
-       penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek pajak;
-       harta dan kewajiban;
-       pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
b.    Pengusaha Kena Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang :
-       pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran;
-       pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku.
c.    Pemotong/ Pemungut Pajak
Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan.
Jenis SPT
SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1)SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
-       PPh Pasal 21,
-       PPh Pasal 22,
-       PPh Pasal 23,
-       PPh Pasal 25,
-       PPh Pasal 26,
-       PPh Pasal 4 (2)
-       PPh Pasal 15
-       PPN dan PPnBM
-       Pemungut PPN

2) SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
Badan
-       Orang Pribadi
-       Pasal 21

Prosedur Pengisian SPT Secara Umum
SPT wajib diisi secara benar, lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan oleh WP, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Wajib Pajak Badan, SPT harus ditandatangani oleh pengurus/direksi.
Langkah I, Mengumpulkan Data
§  Kumpulkan data tentang semua penghasilan yang anda terima selama tahun 2008
§  Kumpulkan semua data atas semua biaya yang telah anda keluarkan selama    tahun 2008
§  Kumpulkan bukti potong PPh 23 dan PPh Pasal 22 yang Anda terima/peroleh,
§  Kumpulkan daftar Aktiva yang Anda miliki s/d 31-12-2008;
§  Hitung Saldo hutang/pinjaman per 31-12-2008 ;
§  Siapkan data Pengurus dan Komisaris lengkap dengan alamat dan NPWPnya.
 Langkah II, Mengolah Data
      Mengidentifikasi apakah penghasilan tsb merupakan obyek PPh tidak final, obyek  PPh final atau bukan merupakanobyek pajak
      Melakukan pemilahan mana biaya yang boleh dibiayakan di SPT Tahunan mana yang tidak boleh dikurangkan/ melakukan rekonsiliasi fiscal
 Langkah III, Mengisi Form SPT Tahunan
-       Baca buku petunjuk pengisian SPT Tahunan dengan cemat.
-       Input ke dalam e-SPT PPh Tahunan, mulai dari lampiran.
-       Isi terlebih dahulu Lampiran SPT sebelum mengisi Induk SPT.
-       Bila diperlukan dapat dibuat lampiran tambahan.
-       Induk SPT beserta lampirannya diisi rangkap dua:
-       Satu lembar untuk Kantor Pelayanan Pajak.
-       Satu lembar untuk arsip Wajib Pajak.
-       Angka-angka rupiah dalam SPT Tahunan berikut lampirannya dinyatakan dalam rupiah penuh.
-       Ditandatangani oleh Wajib Pajak/pengurus atau kuasa.
         Langkah IV, Siapkan Dana
Siapkan dana juga siapa tahu PPh Anda kurang bayar.
Batas Waktu Penyampaian SPT
Batas waktu penyampaian:
-       Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak.
-       Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa.
-       SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak.
-       SPT Tahunan PPh Orang Pribadi, paling lambat tiga bulan setelah akhir Tahun Pajak.
Penundaan Penyampaian SPT
Apabila WP tidak dapat menyelesaikan/ menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penyelesaian, WP berhak mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai penghitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pembayaran pajak yang terutang atau dengan cara lain yang ketentuan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan.
Sanksi Keterlambatan  Atau Tidak Menyampaikan SPT
SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda :
-       SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Rp 100 ribu;
-       SPT Tahunan PPh Badan Rp 1 juta;
-       SPT Masa PPN Rp 500 ribu;
-       SPT Masa Lainnya Rp 100 ribu.
-        
5.     SKP (Surat Ketetapan Pajak)
Pengertian
Surat Ketetapan Pajak (SKP) adalah Surat Keputusan Kepala Kantor Pelayanan Pajak Pratama atau Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan yang memberitahukan besarnya pajak yang terutang termasuk denda administrasi, kepada Wajib Pajak (WP).

Jenis SKP
a.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi administrasi dan jumlah yang masih harus dibayar.
b
.Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang telah ditetapkan sebelumnya.
c.Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau tidak seharusnya terutang.
d.Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Adalah surat ketetapan pajak yang menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak.
e. Surat Tagihan Pajak (STP) Adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan dalam hal :
-       Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar
-       Dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak akibat salah tulis dan
atau salah hitung;
-       WP dikenakan sanksi administrasi denda dan/atau bunga;
-       Pengusaha yang dikenakan pajak berdasarkan Undangundang PPN, tetapi tidak
melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
-       Pengusaha yang tidak dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak tetapi membuat Faktur Pajak,
-       Pengusaha Kena Pajak tidak membuat Faktur Pajak atau membuat Faktur Pajak tetapi tidak tepat waktu atau tidak mengisi selengkapnya Faktur Pajak. Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan surat ketetapan pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat dilakukan dengan Surat Paksa.
-       Pengusaha Kena Pajak melaporkan Faktur Pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak dikeani sanksi
-       Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian pajak masukan diwajibkan membayar kembali.
-        
Alasan Penerbitan
SKP diterbitkan apabila :
a.  Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) :
o   )tidak diisi dengan jelas, benar dan lengkap serta tidak ditandatangani oleh WP;
o   tidak disampaikan kembali dalam jangka waktu 30 hari dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran;
b.berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain ternyata jumlah pajak yang terutang lebih  besar dari jumlah pajak yang dihitung berdasarkan SPOP yang disampaikan oleh WP;
Sanksi Aministrasi
Pengurangan atau Penghapusan Sanksi Administrasi
1.    Direktur Jenderal Pajak karena jabatannya atau atas permohonan WP dapat mengurangkan atau menghapus sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan yang ternyata dikenakan karena adanya kekhilafan atau bukan karena kesalahan WP.
2.    Permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi harus memenuhi ketentuan:
a.    Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan memberikan alasan yang jelas dan meyakinkan;
b.    Disampaikan kepada Direktur Jenderal Pajak melalui Kantor Pelayanan Pajak yang mengenakan sanksi administrasi tersebut;
c.    Tidak melebihi jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak diterbitkannya STP, SKPKB atau SKPKBT, kecuali apabila WP dapat menunjukan bahwa jangka waktu tersebut tidak dapat dipenuhi karena keadaan diluar kekuasaannya;
d.    Tidak mengajukan keberatan atas ketetapan pajaknya dan diajukan atas suatu STP; suatu SKPKB atau suatu SKPKBT.
3.    Direktur Jenderal Pajak harus memberi keputusan atas permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi paling lama 12 (dua belas) bulan sejak tanggal permohonan diterima. Apabila jangka waktu tersebut telah lewat dan Direktur Jenderal Pajak tidak memberi keputusan maka permohonan dianggap diterima.
Fungsi SKP
Surat ketetapan pajak berfungsi sebagai :
a.    Sarana untuk melakukan koreksi fiskal terhadap WP tertentu yang nyata-nyata atau berdasarkan hasil pemeriksaan tidak memenuhi kewajiban formal dan atau kewajiban materiil dalam memenuhi ketentuan perpajakan.
b.    Sarana untuk mengenakan sanksi administrasi perpajakan.
c.    Sarana administrasi untuk melakukan penagihan pajak.
d.    Sarana untuk mengembalikan kelebihan pajak dalam hal lebih bayar
e.    Sarana untuk memberitahukan jumlah pajak yang terutang.
Jangka Waktu
SKP harus dilunasi dalam jangka waktu 1 (satu) bulan sejak SKP diterima oleh WP.
6.     Surat Tagihan Pajak (STP)
Pengertian
Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh Undang-undang.

Berdasarkan Pasal 1 angka 20 UU KUP, Surat Tagihan Pajak (disingkat STP) adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda. Yang menerbitkan STP adalah Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat seseorang atau badan terdaftar sebagai Wajib Pajak. Terbitnya STP ini biasanya disebabkan Wajib Pajak tidak melakukan satu atau beberapa kewajiban pajak yang diamanatkan oleh Undang-undang.
Jenis STP
Jenis STP meliputi :
·         Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB),
·         Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT),
·         Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB),
·         dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) atas Pajak Penghasilan,
·         Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah

Alasan Penerbitan STP
Hal-hal yang menyebabkan terbitnya STP diatur dalam Pasal 14 Ayat (1) UU KUP yaitu :
  1. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. Biasanya ketentuan pada point ini diterapkan kepada angsuran PPh Pasal 25 yang sudah jelas perhitungannya. Misalnya kewajiban PPh Pasal 25 tiap bulannya Rp1 Juta ternyata Wajib Pajak hanya membayar Rp500 Ribu. Kekurangannya akan ditagih dengan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.
  2. dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. Dengan ketentuan ini, fihak fiskus bisa menagih kekurangan pajak akibat salah tulis dan/atau salah hitung yang tidak akan meimbulkan perdebatan. Misal dalam SPT Tahunan PPh Badan terdapat angka Penghasilan Kena Pajak Rp10.000.000,-. Seharusnya PPh terutang adalah Rp1.000.000,- (10% x PKP). Ternyata Wajib Pajak menghitung PPh terutangnya Rp500.000,- (5% x PKP). Atas kekurangan  Rp500.000,- fihak Kantor Pelayanan Pajak akan menerbitkan STP ditambah sanksi bunga 2% per bulan.
  3. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. Misal Wajib Pajak terlambat menyampaikan SPT atau terlambat membayar pajak, maka sanksi denda dan/atau bunga nya akan ditagih dengan STP.
  4. pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, tetapi tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu. Ketentuan ini untuk menjamin agar PKP selalu membuat faktur pajak atas penyerahan barang/jasa kena pajak serta membuatnya tepat waktu. Apabila ternyata PKP tidak memenuhinya maka terhadapnya akan dikenakan sanksi denda 2% dari DPP PPN sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP. Sarana menagih sanksi ini adalah dengan menerbitkan STP.
  5. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (5) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP PPNnya.
  6. Pengusaha Kena Pajak melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak. Ketentuan ini untuk menjamin PKP selalu melaporkan faktur pajaknya secara tetap waktu agar pembeli barang atau pengguna jasanya tidak dirugikan. Sanksi yang dikenakan dalam STP adalah 2% dari DPP sesuai Pasal 14 Ayat (4) UU KUP.
  7. Pengusaha Kena Pajak yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (6a) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan perubahannya. Sanksi yang dikenakan dalam STP sesuai Pasal 14 Ayat (5) UU KUP adalah bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan
Sanksi Administrasi STP
Sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% (dua persen) setiap bulan, untuk jangka waktu paling lama 24 (dua puluh empat) bulan dihitung dari saat jatuh tempo sampai dengan hari pembayaran.
Fungsi STP
Fungsi Surat Tagihan Pajak:
a.    sebagai koreksi atas jumlah pajak yang terutang menurut SPT Wajib Pajak;
b.    sarana untuk mengenakan sanksi berupa bunga dan atau denda;
c.    sarana untuk menagih pajak.
 
Jangka waktu Penerbitan STP
STP harus dilunasi selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak tanggal STP diterima WP

7.  Tata Cara Penyelesaian Keberatan dan Penyelesaian Banding
Tata Cara Penyelesaian Keberatan :
ü  WP ajukan keberatan ke DirJen Pajak
ü  Tertulis dalam bahasa Indonesia
ü  Jangka waktu 3 bulan
ü  Jika tidak memenuhi syarat 2 dan 3, dianggap tidak dipertimbangkan
ü  Bukti penerimaan Surat Keberatan
ü  Keputusan dari DirJen Pajak (jk. Waktu 12 bln)
ü  Lewat dr 12 bln dianggap SK dikabulkan
ü  Tidak menunda kewajiban membayar pajak
ü  Jika SK dikabulkan, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan
Tata Cara Penyelesaian Banding
ü  Ajukan permohonan ke Badan Peradilan Pajak
ü  Jangka waktu 3 bln
ü  Diputuskan oleh Badan Peradilan Pajak
ü  Tidak menunda pembayaran pajak
ü  Jika banding diterima, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan

8. Pembukuan
Pembukuan diperlukan untuk mempermudah:
  1. Pengisian SPT
  2. Penghitungan Penghasilan Kena Pajak
  3. Penghitungan PPN dan PPnBM,
  4. Penyelenggaraan pembukuan juga untuk mengetahui posisi keuangan dan hasil kegiatan usaha/pekerjaan bebas.
Sanksi Apabila Tidak Memenuhi Kewajiban Pembukuan
Sanksi apa yang dikenakan atas WP Wajib Pembukuan/Pencatatan yang tidak menyelenggarakan Pembukuan/Pencatatan?
Sanksi Tidak Diselenggarakannya Pembukuan
WP yang sudah mampu melakukan pembukuan untuk tujuan Pajak, namun tidak melakukannya. Penghasilan netonya dihitung berdasar norma perhitungan, pajak yang kurang dibayar dari hasil penerapan norma perhitungan akan dikenai sanksi berupa kenaikan pajak 50% atau 100% dari pajak yang kurang dibayar (pasal 13 ayat 3) UU KUP
Dasar Hukum :
-
Pasal 14 ( 5) Undang-undang PPh No 7 Tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-undang No 17 Tahun 2000
-
Pasal 13 ( 3) Huruf a Undang-undang KUP No 6 tahun 1983 s.t.d.t.d Undang-undang No 16 Tahun 2000
-
Kep DJP No. KEP - 536/PJ./2000
Terhadap :
1.
Wajib Pajak yang wajib menyelenggarakan pembukuan;
2.
Wajib Pajak yang omsetnya dibawah 600 juta dan memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto;
3.
Wajib Pajak yang omsetnya dibawah 600 juta yang tidak memberitahukan kepada Direktur Jenderal Pajak untuk menghitung penghasilan neto dengan menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto, sehingga dianggap memilih menyelenggarakan Pembukuan.
Yang :
a.
Tidak atau tidak sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pencatatan atau pembukuan;
b.
Tidak bersedia memperlihatkan pembukuan atau pencatatan atau bukti-bukti pendukungnya pada waktu dilakukan pemeriksaan;
sehingga karena itu mengakibatkan peredaran bruto yang sebenarnya tidak diketahui, maka penghasilan netonya  dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau cara lain yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan.
9. pemeriksa
Penyidik Pajak adalah pejabat pegawai negeri sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sasaran Pemeriksaan
            Yang menjadi sasaran pemeriksaan pajak adalah :
1.    Interpretasi Undang-Undang yang tidak benar
2.    Kesalahan hitung
3.    Penggelapan secara khusus dari penghasilan
4.    Pemotongan dan pengurangan yang tidak sesungguhnya, yang dilakukan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan.
Pelaksanaan Pemeriksaan
            Dalam pelaksanaan pemeriksaan, keputusan menteri keuangan no 100/PMK.03/2007 juga telah menetapkan adanya wewenang pemeriksa pajak baik pemeriksaan lapangan maupun pemeriksaan kantor. Wewenang tersebut adalah sebagai berikut :
Wewenang Pemerisa Pajak dalam Melakukan Pemeriksaan Lapangan
  1. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku, catatan dan dokumen-dokumen pendukung lainya termasuk keluaran atau media komputer dan perangkat elektronik pengelola data lainya.
  2. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.
  3. Memasuki tempat atau ruangan yang diduga merupakan tempat menyimpan dokumen, uang, barang yang dapat memberi petunjuk tentang keadaan usaha wajib pajak dan atau tempat-tempat lain yang dianggap penting serta melakukan pemeriksaan di tempat-tempat tersebut.
  4. Apabila wajib pajak tidak menginjinkanya, maka pemeriksa berhak melakukan penyegelan terhadap hal-hal di atas.
  5.  Melakukan penyegelan tempat atau ruangan apabila Wajib pajak atau wakil atau kuasanya tidak memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan dimaksud atau tidak ada di tempat pada saat pemeriksaan dilakukan.
  6. Meminta keterangan dan atau darta yang diperlukan dari pihak ketiga yang mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa
Wewenang Pemeriksa Pajak Dalam Melakukan Pemeriksaan Kantor
  1. Memeriksa dan atau meminjam buku-buku dan catatan-catatab wajib pajak.
  2. Meminta keterangan lisan dan atau tertulis dari wajib pajak yang diperiksa.
  3. Meminta keterangan dan atau data yang diperlukan dari pihak ketiga yang
  4. Mempunyai hubungan dengan wajib pajak yang diperiksa.
Sanksi perpajakan atas berbagai pelanggaran yang terjadi
A. Sanksi Administrasi
1. PPh :
a. Denda, sebesar Rp. 100.000,- apabila Surat Pemberitahuan (SPT) Masa tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu yaitu selambat-lambatnya 14 (empat) belas hari setelah bulan takwim berakhir khusus untuk pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 atau paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak khusus untuk pemungutan PPh Pasl 4 ayat (2), PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23; dan apabila Surat Pemberitahuan Tahunan PPh tidak disampaikan sesuai dengan batas waktu yang ditentukan , dikenakan denda sebesar Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah) untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, sedangkan untuk WP Orang Pribadi denda sebesar Rp. 100.000,- .


b. Bunga, sebesar :
· 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan atas jumlah pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar dalam hal :
1. WP membetulkan sendiri SPT yang mengakibatkan utang pajak menjadi lebih besar sebelum dilakukannya pemeriksaan;
2. PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan/atau dari hasil penelitian SPT terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung;
3. Terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain;
4. Penghitungan sementara pajak yang terutang kurang dari jumlah pembayaran pajak yang sebenarnya terutang akibat diberikan ijin penundaan penyampaian SPT Tahunan.
· 2% sebulan dari pajak yang kurang dibayar dalam hal Bendahara diperbolehkan mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
· 48% dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar, dalam hal WP setelah jangka waktu sepuluh tahun dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakn berdasarkan putusan Pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hokum tetap.
· 2% sebulan dihitung dari jatuh tempo pembayaran sampai dengan tanggal pembayaran dan bagian dari bulan dihitung penuh satu bulan, apabila pembayaran atau penyetoran yang terutang untuk suatu saat atau masa dilakukan setelah jatuh tempo pembayaran atau penyetoran.
c. Kenaikan, sebesar :
· 50% dari PPh yang tidak atau kurang dibayar dalam satu tahun pajak akibat SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran.
· 100% dari jumlah PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetorkan, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
· 100% dari jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam hal ditemukan data baru dan/atau data yang semula belum terungkap dari WP yang menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
· Sanksi administrasi berupa denda 150% dari pajak yang kurang dibayar, dikenakan terhadap WP yang atas kemauannya sendiri membetulkan SPT setelah dilakukan pemeriksaan tetapi belum dilakukan penyidikan;
· Sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar, dikenakan terhadap WP yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan Negara.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
a. Denda, sebesar Rp. 500.000,- dalam hal SPT Masa tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan yaitu selambat-lambatnya 20 (dua puluh) hari setelah masa pajak berakhir;
b. Bunga, sebesar 2% sebulan dari pajak yang tidak atau kurang dibayar dalam hal terdapat kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain;
c. 100% dari PPN barang dan Jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar akibat SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam Surat Teguran atau apabila berdasarkan hasil pemeriksaan mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasi selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenakan tariff 0%(nol persen).
B. Sanksi Pidana
1. Karena alpa :
a. tidak menyampaikan SPT; atau
b. menyampaikan SPT, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya satu tahun dan denda setinggi-tingginya dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
2. Dengan sengaja :
a. tidak mendaftarkan diri, atau menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak NPWP; atau
b. tidak menyampaikan SPT; atau
c. menyampaikan SPT dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap; atau
d. menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 29; atau
e. memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar; atau
f. tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lainnya; atau tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut, sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara, diancam dengan pidana penjara selama-lamanya enam tahun dan denda setinggi-tingginya empat kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

11.  Hak Dan Kewajiban
Kerahasiaan Wajib Pajak
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapat perlindungan kerahasiaan atas segala sesuatu informasi yang telah disampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pajak dalam rangka menjalankan ketentuan perpajakan. Disamping itu pihak lain yang melakukan tugas di bidang perpajakan juga dilarang mengungkapkan kerahasiaan Wajib Pajak, termasuk tenaga ahli, sepert ahli bahasa, akuntan, pengacara yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak untuk membantu pelaksanaan undang-undang perpajakan.
Kerahasiaan Wajib Pajak antara lain :
Surat Pemberitahuan, laporan keuangan, dan dokumen lainnya yang dilaporkan oleh Wajib Pajak;
 Data dari pihak ketiga yang bersifat rahasia;
 Dokumen atau rahasia Wajib Pajak lainnya sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

Namun demikian dalam rangka penyidikan, penuntutan atau dalam rangka kerjasama dengan instansi pemerintah lainnya, keterangan atau bukti tertuils dari atau tentang Wajib Pajak dapat diberikan atau diperlihatkan kepada pihak tertentu yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.
Penundaan Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan menunda pembayaran pajak.
Pengangsuran Pembayaran
Dalam hal-hal atau kondisi tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan mengangsur pembayaran pajak.
Penundaan Pelaporan SPT Tahunan
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat menyampaikan perpanjangan penyampaian SPT Tahunan baik PPh Badan maupun PPh Pasal 21.
Pengurangan PPh Pasal 25
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan pengurangan besarnya angsuran PPh Pasal 25.
Pengurangan PBB
Wajib Pajak orang pribadi atau badan karena kondisi tertentu objek pajak yang ada hubungannya dengan subjek pajak atau karena sebab-sebab tertentu lainnya serta dalam hal objek pajak yang terkena bencana alam dan juga bagi Wajib Pajak anggota veteran pejuang kemerdekaan dan veteran pembela kemerdekaan, dapat mengajukan permohonan pengurangan atas pajak terutang.
Pembebasan Pajak
Dengan alasan-alasan tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pembebasan atas pemotongan/ pemungutan pajak penghasilan.
Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak yang telah memenuhi kriteria tertentu sebagai Wajib Pajak Patuh dapat diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak dalam jangka waktu paling lambat 1 bulan untuk PPN dan 3 bulan untuk PPh sejak tanggal permohonan.
Pajak Ditanggung Pemerintah
Dalam rangka pelaksanaan proyek pemerintah yang dibiayai dengan hibah atau dana pinjaman luar negeri PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima oleh kontraktor, konsultan dan supplier utama ditanggung oleh pemerintah.
Insentif Perpajakan
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.
Penetapan, Keberatan, Banding & Peninjauan Kembali
Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak, maka akan diterbitkan suatu surat ketetapan pajak, yang dapat mengakibatkan pajak terutang menjadi kurang bayar, lebih bayar, atau nihil. Jika Wajib Pajak tidak sependapat maka dapat mengajukan keberatan atas surat ketetapan tersebut. Selanjutya apabila belum puas dengan keputusan keberatan tersebut maka Wajib Pajak dapat mengajukan banding. Langkah terakhir yang dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam sengketa pajak adalah peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.

a. Penetapan
Penetapan pajak dapat dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. Jenis-jenis ketetapan yag dikeluarkan adalah : Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB), Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT), dan Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN). Disamping itu dapat diterbitkan pula Surat Tagihan Pajak (STP) dalam hal dikenakannya sanksi administrasi dapat berupa denda, bungan, dan kenaikan


Sanksi Administrasi
No
Pasal
Masalah
Sanksi
Keterangan
Denda
1.
7 (1)
SPT Terlambat disampaikan :




1. Masa




a. PPN
500.000
Per SPT


b. lainnya
100.000
Per SPT


2. Tahunan
-



a. Orang Pribadi
100.000
Per SPT


b. Badan
1.000.000
Per SPT





2.
8 (3)
Pembetulan sendiri dan belum disidik
150%
Dari jumlah pajak yang kurang dibayar
3.
14 (4)
a. Pengusaha kena PPN tidak PKP
2%
\
> Dari DPP
/


b. Pengusaha tidak PKP buat faktur pajak
2%


c. PKP tidak buat faktur atau faktur tidak lengkap
2%
Bunga
1.
8 (2)
Pembetulan SPT dalam 2 tahun
2%
Per bulan, dari jumlah pajak yang kurang dibayar
2.
9 (2a)
Keterlambatan pembayaran pajak masa dan tahunan
2%
Per bulan, dari jumlah pajak terutang
3.
13 (2)
Kekurangan pembayaran pajak dalam SKPKB
2%
Per bulan, dari jumlah kurang dibayar, max 24 bulan
4.
13 (5)
SKPKB diterbitkan setelah lewat waktu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48%
Dari jumlah pajak yang tidak mau atau kurang dibayar.
5.
14 (3)
a. PPh tahunn berjalan tidak/kurang bayar
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayar, max 24 bulan


b. SPT kurang bayar
2%
Per bulan, dari jumlah pajak tidak/kurang dibayr, max 24 bulan
6.
15 (4)
SKPKBT diterbitkan setelah lewat wkatu 10 tahun karena adanya tindak pidana
48%
Dari jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
7.
19 (1)
SKPKB/T, SK Pembetulan, SK Keberatan, Putusan Banding yang menyebabkan kurang bayar terlambat dibayar
2%
Per bulan, atas jumlah pajak yang tidak atau kurang dibayar
8.
19 (2)
Mengangsur atau menunda
2%
Per bulan, bagian dari bulan dihitung penuh 1 bulan
9.
19 (3)
Kekurangan pajak akibat penundaan SPT
2%
Atas kekurangan pembayaran pajak
Kenaikan
1.
8 (5)
Pengungkapan ketidak benaran SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP
50%
Dari pajak yang kurang dibayar
2.
13 (3)
Apabila: SPT tidak disampaikan sebagaimana disebut dalam surat teguran, PPN/PPnBM yang tidak seharusnya dikompensasikan atau tidak tarif 0%, tidak terpenuhinya Pasal 28 dan 29
200%
Dari pajak yang kurang dibayar


a. PPh yang tidak atau kurang dibayar
50%
Dari PPh yang tidak/kurang dibayar


b. tidak/kurang dipotong/ dipungut/ disetorkan
100%
Dari PPh yang tidak/kurang dipotong/dipungut


c. PPN/PPnBM tidak atau kurang dibayar
100%
Dari PPN/PPnBM yang tidak atau kurang dibayar
3.
15 (2)
Kekurangan pajak pada SKPKBT
100%
Dari jumlah kekurangan pajak tersebut

Keberatan
Wajib Pajak mempunyai hak untuk mengajukan keberatan atas suatu ketetapan pajak dengan mengajukan keberatan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak paling lambat 3 bulan sejak tanggal surat ketetapan, dan atas keberatan tersebut Direktur Jenderal Pajak akan memberikan keputusan paling lama dalam jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat keberatan diterima.

Syarat pengajuan keberatan adalah :
a.Mengajukan surat keberatan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Kepala Kantor Pelayanan Pajak setempat atas SKPKB, SKPKBT, SKPLB, SKPN, dan Pemotongan dan Pemungutan oleh pihak ketiga.

b.Diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan mengemukakan jumlah pajak terutang menurut perhitungan Wajib Pajak dengan menyebutkan alasan-alasan yang jelas.

c.Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu 3 (tiga) bulan sejak surat ketetapan pajak, kecuali Wajib Pajak dapat menunjukkan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena di luar kekuasaannya.
d.Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan di atas tidak dianggap sebagai Surat Keberatan, sehingga tidak dipertimbangkan.

Banding
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Surat Keputusan Keberatan atas keberatan yang diajukannya, maka Wajib Pajak masih dapat mengajukan banding ke Badan Peradilan Pajak. Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak keputusan diterima dilampiri surat Keputusan Keberatan tersebut. Terhadap 1 (satu) Keputusan diajukan 1 (satu) Surat Banding. Perlu diketahui bahwa Wajib Pajak yang mengajukan banding harus membayar minimal 50% dari utang pajak yang diajukan banding. Pengadilan Pajak harus menetapkan putusan paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak Surat Banding diterima.

Apabila putusan Pengadilan Pajak mengabulkan sebagian atau seluruh Banding, maka kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan.


Peninjauan Kembali (PK)
Apabila Wajib Pajak masih belum puas dengan Putusan Banding, maka Wajib Pajak masih memiliki hak mengajukan Peninjauan Kembali kepada Mahkamah Agung. Permohonan Peninjauan Kembali hanya dapat diajukan 1 (satu) kali kepada Mahkamah Agung melalui Pengadilan Pajak.
Pengajuan permohonan PK dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 3 (tiga) bulan terhitung sejak diketahuinya kebohongan atau tipu muslihat atau sejak putusan Hakim Pengadilan pidana memperoleh kekuatan hukum tetap atau ditemukannya bukti tertulis baru atau sejak putusan banding dikirim.
Mahkamah Agung mengambil keputusan dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak permohonan PK diterima.
Kelebihan Pembayaran
Di bidang PPN, untuk Barang Kena Pajak tertentu atau kegiatan tertentu diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN Tidak Dipungut. BKP tertentu yang dibebaskan dari pengenaan PPN antara lain Kereta Api, Pesawat Udara, Kapal Laut, Buku-buku, perlengkapan TNI/POLRI. Perusahaan yang melakukan kegiatan di kawasan tertentu seperti Kawasan Berikat mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut antara lain atas impor dan perolehan bahan baku.

Dalam hal pajak yang terutang untuk suatu tahun pajak ternyata lebih kecil dari jumlah kredit pajak, atau dengan kata lain pembayaran pajak yang dibayar atau dipotong atau dipungut lebih besar dari yang seharusnya terutang, maka Wajib Pajak mempunyai hak untuk mendapatkan kembali kelebihan tersebut. Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat diberikan dalam waktu 12 (dua belas) bulan sejak surat permohonan diterima secara lengkap.

Untuk Wajib Pajak masuk kriteria Wajib Pajak Patuh, pengembalian kelebihan pembayaran pajak dapat dilakukan paling lambat 3 bulan untuk PPh dan 1 bulan untuk PPN sejak permohonan diterima. Perlu diketahui pengembalian ini dilakukan tanpa pemeriksaan.

Wajib Pajak dapat melakukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak melalui dua cara :
1. Melalui Surat Pemberitahuan (SPT),
2. Mengirimkan surat permohonan yang ditujukan kepada Kepala KPP.
Apabila DJP terlambat mengembalikan kelebihan pembayaran yang semestinya dilakukan, maka Wajib Pajak berhak menerima bunga 2% per bulan maksimum 24 bulan.
Kewajiban Mendaftarkan Diri
Sesuai dengan sistem self assessment maka Wajib Pajak mempunyai kewajiban untuk mendaftarkan diri ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan (KP4)/ Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi perpajakan (KP2KP) yang wilayahnya meliputi tempat tinggal atau kedudukan Wajib Pajak untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP);

Disamping melalui KPP atau KP4/KP2KP, pendaftaran NPWP juga dapat dilakukan melalui e-register, yaitu suatu cara pendaftaran NPWP melalui media elektronik on-line (internet).
Fungsi NPWP adalah :
- sebagai sarana dalam administrasi perpajakan.
- sebagai identitas Wajib Pajak.
- menjaga ketertiban dalam pembayaran pajak dan pengawasan administrasi perpajakan.
- dicantumkan dalam setiap dokumen perpajakan.

Dengan memiliki NPWP, Wajib Pajak memperoleh beberapa manfaat langsung lainnya, seperti : sebagai pembayaran pajak di muka (angsuran/kredit pajak) atas Fiskal Luar Negeri yang dibayar sewaktu Wajib Pajak bertolak ke Luar Negeri, memenuhi salah satu persyaratan ketika melakukan pengurusan Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), dan salah satu syarat pembuatan Rekening Koran di bank-bank, dan memenuhi persyaratan untuk bisa mengikuti tender – tender yang dilakukan oleh pemerintah.

A. NPWP
NPWP adalah nomor yang diberikan kepada Wajib Pajak sebagai sarana yang merupakan tanda pengenal atau identitas bagi setiap Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan kewajibannya di bidang perpajakan. Untuk memperoleh NPWP, Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri pada KPP, atau KP4/KP2KP dengan mengisi formulir pendaftaran dan melampirkan persyaratan administrasi yang diperlukan, atau dapat pula mendaftarkan diri secara on-line melalui e-registration.

Syarat-syarat pendaftaran Wajib Pajak :
1. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas (misalnya karyawan), dokumen yang diperlukan hanya berupa Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing.
Untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang mempunyai kegiatan usaha , persyaratannya selain fotokopi KTP juga ditambah dengan surat pernyataan tempat kegiatan usaha atau usaha pekerjaan bebas dari Wajib Pajak. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.
2. Bagi Wajib Pajak Badan, dokumen yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi Akte Pendirian dan perubahan atau surat keterangan penunjukan dari kantor pusat bagi bentuk usaha tetap.
b.Fotokopi KTP yang masih berlaku atau paspor ditambah surat pernyataan tempat tinggal/domisili dari yang bersangkutan khusus bagi orang asing, dari salah seorang pengurus aktif fotokopi KTP Pengurus.
c. Surat Pernyataan tempat kegiatan usaha dari salah seorang pengurus aktif. Bentuk surat pernyataan telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

3. Bagi Wajib Pajak Bendahara yang diperlukan antara lain :
a. Fotokopi surat penunjukan sebagai bendahara;
b. Fotokopi KTP Bendahara.
Kepada Wajib Pajak diberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) dan Kartu NPWP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterimanya permohonan secara lengkap. Perlu diketahui masyarakat bahwa untuk pengurusan NPWP tersebut di atas TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN.

B. Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP)
Setelah memperoleh NPWP, Wajib Pajak sebagai Pengusaha yang dikenakan PPN wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) pada KPP, KP4 /KP2KP, atau dapat pula dilakukan secara on-line melalui e-registration. Dalam rangka pengukuhan sebagai PKP tersebut maka akan dilakuan penelitian setempat mengenai keberadaan dan kegiatan usaha yang bersangkutan. Dengan dikukuhkannya Pengusaha sebagai PKP maka atas penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak, wajib diterbitkan Faktur Pajak.

Kewajiban Pembayaran, Pemotongan/Pemungutan, Dan Pelaporan
Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakan sesuai dengan sistem self assessment wajib melakukan sendiri penghitungan, pembayaran, dan pelaporan pajak terutang.

A. Pembayaran Pajak
Mekanisme Pembayaran Pajak :
a) Membayar sendiri pajak yang terutang :
1) Pembayaran angsuran setiap bulan (PPh Pasal 25)
Pembayaran PPh Pasal 25 yaitu pembayaran Pajak Penghasilan secara angsuran. Hal ini dimaksudkan untuk meringankan beban Wajib Pajak dalam melunasi pajak yang terutang dalam satu tahun pajak. Wajib Pajak diwajibkan untuk mengangsur pajak yang akan terutang pada akhir tahun dengan membayar sendiri angsuran pajak setiap bulan.

2) Pembayaran PPh Pasal 29 setelah akhir tahun;
Pembayaran PPh Pasal 29 yaitu pelunasan Pajak Penghasilan yang dilakukan sendiri oleh Wajib Pajak pada akhir tahun pajak apabila pajak terutang untuk suatu tahun pajak lebih besar dari jumlah total pajak yang dibayar sendiri dan pajak yang dipotong atau dipungut pihak lain sebagai kredit pajak

b) Melalui pemotongan dan pemungutan oleh pihak lain (PPh Pasal 4 (2), PPh Pasal 15, PPh Pasal 21, 22, dan 23, serta PPh Pasal 26).

Pihak lain disini berupa :
1) Pemberi penghasilan;
2) Pemberi kerja; atau
3) Pihak lain yang ditunjuk atau ditetapkan oleh pemerintah.

Penjelasan lebih lanjut mengenai pemotongan dan pemungutan pajak diuraikan lebih lanjut pada bagian Pemotongan/ Pemungutan (butir C).
c) Pemungutan PPN oleh pihak penjual atau oleh pihak yang ditunjuk pemerintah.
d) Pembayaran Pajak-pajak lainnya.
1) Pembayaran PBB yaitu pelunasan berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT). Untuk daerah Jakarta, pembayaran PBB sudah dapat dilakukan dengan menggunakan ATM di Bank-bank tertentu.
2) Pembayaran BPHTB yaitu pelunasan pajak atas perolehan hak atas tanah dan bangunan.

3) Pembayaran Bea Meterai yaitu pelunasan pajak atas dokumen yang dapat dilakukan
dengan cara menggunakan benda meterai berupa meterai tempel atau kertas
bermeterai atau dengan cara lain seperti menggunakan mesin teraan.

Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban membayar pajaknya, Direktorat Jenderal Pajak akan melakukan penagihan Pajak.
Penagihan Pajak dilakukan apabila wajib Pajak tidak membayar Pajak terutang sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam STP, SKPKB, SKPKBT, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding. Maka Direktorat Jenderal Pajak dapat melakukan tindakan penagihan. Proses penagihan dimulai dengan surat teguran dan dilanjutkan dengan surat paksa. Dalam hal wajib Pajak tetap tidak membayar tagihan pajaknya maka dapat dilakukan penyitaan dan pelelangan atas harta wajib Pajak yang disita tersebut untuk melunasi Pajak yang tidak/belum dibayar.
Adapun jangka waktu proses penagihan sebagai berikut:
1. Surat Teguran diterbitkan apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari dari jatuh tempo pembayaran Wajib Pajak tidak membayar utang pajaknya.
2. Surat Paksa diterbitkan dalam jangka 21 (dua puluh satu) hari setelah surat teguran apabila Wajib Pajak tetap belum melunasi utang pajaknya.
3. Sita dilakukan dala jangka waktu 2 x 24 jam sejak Surat Paksa disampaikan
4. Lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah pengumuman lelang. sedangkan pengumuman lelang dilakukan paling singkat 14 (empat belas) hari setelah penyitaan.


DJP dapat melakukan pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib Pajak /penanggung Pajak yang tidak kooperatif dalam membayar hutang pajaknya.

C.Pemotongan / Pemungutan
Selain pembayaran bulanan yang dilakukan sendiri, ada pembayaran bulanan yang dilakukan dengan mekanisme pemotongan/pemungutan yang dilakukan oleh pihak ketiga. Adapun jenis pemotongan/pemungutan adalah PPh Pasal 21, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, PPh Pasal 4 ayat 2, PPh pasal 15 dan PPN dan PPn BM.

Adapun definisi dari masing-masing pajak penghasilan tersebut adalah sebagai berikut :
- PPh Pasal 21 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri sehubungan dengan pekerjaan atau kegiatan yang dilakukan (seperti gaji yang diterima oleh pegawai dipotong oleh perusahaan dimana dia bekerja).

- PPh Pasal 22 adalah pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan pembayaran atas penyerahan barang, impor barang dan kegiatan usaha di bidang-bidang tertentu (seperti penyerahan barang oleh rekanan kepada bendaharawan pemerintah).
- PPh Pasal 23 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan tertentu seperti : deviden, bunga, royalty, sewa, dan jasa yang diterima oleh WP badan dalam negeri, dan BUT.

- PPh Pasal 26 adalah pemotongan pajak yang dilakukan oleh pihak ke-3 sehubungan dengan penghasilan yang diterima oleh WP luar negeri.

- PPh Final (Pasal 4 ayat (2))
Ada beberapa penghasilan yang dikenakan PPh Final. Yang dimaksud final disini bahwa pajak yang dipotong, dipungut oleh pihak ketiga atau dibayar sendiri tidak dapat dikreditkan (bukan pembayaran di muka) terhadap utang pajak pada akhir tahun dalam penghitungan pajak penghasilan pada SPT Tahunan. Beberapa contoh penghasilan yang dikenakan PPh final : bunga deposito, penjualan tanah dan bangunan, persewaan tanah dan bangunan, hadiah undian, bunga obligasi dsb.

- PPh Pasal 15 adalah pemotongan pajak penghasilan yang dilakukan oleh Wajib Pajak tertentu yang menggunakan norma penghitungan khusus, antara lain perusahaan pelayaran atau penerbangan international, perushaan asuransi luar negeri, perusahaan pengeboran minyak, gas dan panas bumi, perusahaan dagang asing, perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangun guna serah.

Seperti halnya PPh Pasal 25, pemotongan/pemungutan tersebut merupakan angsuran pajak. Untuk PPh dikreditkan pada akhir tahun, sedangkan PPN dikreditkan pada masa diberlakukannya pemungutan dengan mekanisme Pajak Keluaran (PK) dan Pajak Masukan (PM).
Apabila pihak-pihak yang diberi kewajiban oleh DJP untuk melakukan pemotongan/pemungutan tidak melakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka dapat dikenakan sanksi administrasi berupa bunga 2% dan kenaikan 100%.


D.Pelaporan
Sebagaimana ditentukan dalam Undang-Undang Perpajakan, Surat Pemberitahuan (SPT) mempunyai fungsi sebagai suatu sarana bagi Wajib Pajak di dalam melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang. Selain itu Surat Pemberitahuan berfungsi untuk melaporkan pembayaran atau pelunasan pajak baik yang dilakukan Wajib Pajak sendiri maupun melalui mekanisme pemotongan dan pemungutan yang dilakukan oleh pihak ke-3, melaporkan harta dan kewajiban, dan pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan dan pemungutan pajak yang telah dilakukan.
Sehingga Surat Pemberitahuan mempunyai makna yang cukup penting baik bagi Wajib Pajak maupun aparatur pajak. Pelaporan pajak disampaikan ke KPP atau KP4/KP2KP dimana Wajib Pajak terdaftar.
SPT dapat dibedakan sebagai berikut :
1)SPT Masa, yaitu SPT yang digunakan untuk melakukan pelaporan atas pembayaran pajak bulanan. Ada beberapa SPT Masa :
- PPh Pasal 21,
- PPh Pasal 22,
- PPh Pasal 23,
- PPh Pasal 25,
- PPh Pasal 26,
- PPh Pasal 4 (2)
- PPh Pasal 15
- PPN dan PPnBM
- Pemungut PPN
2) SPT Tahunan, yaitu SPT yang digunakan untuk pelaporan tahunan. Ada beberapa jenis SPT Tahunan :
- Badan
- Orang Pribadi
- Pasal 21

Saat ini khusus untuk SPT Masa PPN sudah dapat disampaikan secara elektronik (on-line) melalui aplikasi e-filing. Dalam waktu dekat, penyampaian SPT Tahunan PPh dapat dilakukan secara online melalui aplikasi e-SPT.

Keterlambatan pelaporan untuk SPT Masa PPN dikenakan denda sebesar Rp500.000,- (lima ratus ribu rupiah), dan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah). Sedangkan untuk keterlambatan SPT Tahunan PPh Orang Pribadi Khususnya mulai tahun 2008 dikenakan denda sebesar Rp100.000,- (seratus ribu rupiah) dan SPT tahunan PPh Badan dikenakan denda sebesar Rp1.000.000,- (satu juta rupiah).


 Kewajiban Dalam Hal Diperiksa
No
Jenis SPT
Batas Waktu Pembayaran
Batas Waktu Pelaporan
Masa
1
PPh Pasal 21/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
2
PPh Pasal 23/26
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
3
PPh Pasal 25(angsuran Pajak) untuk wajib Pajak orang pribadi dan badan
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 25 (angsuran Pajak) untuk wajib Pajak kriteria tertentu yang diperbolehkan melaporkan beberapa Masa Pajak dalam satu SPT Masa
Akhir masa Pajak terakhir
Tgl 20 setelah berakhirnya masa Pajak terakhir
4
PPh Pasal 22, PPN & PPn BM oleh Bea Cukai
1 hari setelah dipungut
7 hari setelah pembayaran
5
PPh Pasal 22 - Bendaharawan Pemerintah
Pada hari yang sama saat penyerahan barang
Tgl. 14 bulan berikut
6
PPh Pasal 22 - Pertamina
Sebelum Delivery Order dibayar
Â
7
PPh Pasal 22 - Pemungut tertentu
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
8
PPh Pasal 4 ayat (2)
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

PPh Pasal 15
Tgl. 10 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut

Pph Pasal 4 ayat (2), Pasal 15. 21,23 PPN dan PPnBM untuk wajib Pajak criteria tertentu
Sesuai batas waktu per SPT masa
Tanggal 20 setelkah berakhirnya masa Pajak terakhir
9
PPN dan PPn BM - PKP
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
10
PPN dan PPn BM - Bendaharawan
Tgl. 17 bulan berikut
Tgl. 14 bulan berikut
11
PPN & PPn BM - Pemungut Non Bendaharawan
Tgl. 15 bulan berikut
Tgl. 20 bulan berikut
Tahunan
1
PPh - Badan, OP, PPh Pasal 21
Tgl. 25 bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
akhir bulan ketiga setelah berakhirnya tahun atau bagian tahun pajak
2
PBB
6 (enam) bulan sejak tanggal diterimanya SPPT
----
3
BPHTB
Dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak atas tanah dan bangunan
----

Untuk Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan PPh Tahun Pajak 2008 batas waktu pembayarannya adalah sebelum SPT Tahunan PPh tersebut disampaikan, sedangkan untuk pelaporannya khusus untuk SPT Tahunan Badan paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir tahun Pajak.

Untuk menguji kepatuhan wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Direktur Jenderal Pajak dapat melakukan pemeriksaan terhadap wajib Pajak. Pelaksanaan pemeriksaan dilakukan dalam rangka menjalankan fungsi pengawasan tehadap wajib Pajak yang bertujuan untuk meningkatkan kepatuhan wajib Pajak.


Kewajiban wajib Pajak yang diperiksa adalah :

1. Memenuhi panggilan untuk datang menghadiiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor;

2. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang menjadi dasarnya, dan dokumen lain termasuk data yang dikelola secara elektronik, yang berhubungan dengan penghasilan yang diperoleh, kegiatan usaha, pekerjaan bebas wajib Pajak, atau objek yang terutang Pajak. Khusus untuk pemeriksaan lapangan, wajib Pajak wajib memberikan kesempatan untuk mengakses dan/atau mengunduh data yang dikelola secara elektronik

3. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruang yang dipandang perlu dan memberi bantuan lainnya guna kelancaran pemeriksaan;

4. Menyampaikan tanggapan secara tertulis atas surat pemberitahuan hasil pemeriksaan

5. Meminjamkan kertas kerja pemeriksaan yang dibuat oleh akuntan publik khususnya untuk jenis pemeriksaan kantor

6. Memberikan keterangan lain baik lisan maupun tulisan yang diperlukan.


Kewajiban Memberi Data
Setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak lain wajib memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada Direktort Jenderal Pajak yang ketentuannya diatur UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang perubahan ketiga UU Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan.

Dalam rangka pengawasan kepatuhan pelaksanaan kewajiban perpajakan sebagai konsekuensi penerapan self assessment, data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan yang bersumber dari instansi pemerintah, lembaga, asosiaai dan pihak lain sangat diperlukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Data dan Informasi dimaksud adalah data dan informasi orang pribadi atau badan yang dapat menggambarkan kegiatan atau usaha , peredaran usaha, penghasilan dan/atau kekayaan yang bersangkutan, termasuk informasi mengenai nasabah debitur, data transksi keuangan dan lalu lintas devisa, kartu kredit, serta laporan keuangan dan/ atau laporan kegiatan usaha yang disampaikan kepada instansi lain di luar DJP.

Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp1.000.000.000 (satu miliar rupiah). Sedangkan untuk setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain (kewajiban memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan) di pidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah)

Informasi Lebih Lanjut
Apabila anda ingin mengetahui lebih lanjut tentang perpajakan, anda dapat menghubungi Kantor Wilayah, KPP dan KP4/KP2KP terdekat. Anda juga dapat mengakses Web Site DJP dengan alamat www.pajak.go.id untuk mengetahui ketentuan perpajakan yang berlaku.

Pelayanan Dan Keluhan
Sampaikan keluhan, kritik dan saran anda atas pelayanan Direktorat Jenderal Pajak secara langsung ke Kring Pajak di 500200


Baca Selengkapnya →Tugas Perpajakan Pertemuan 2 dan 3