Benci. Ya, benci. Satu kata yang
menggambarkan perasaan hati ketika ada sesuatu yang menyakitkan,
menyesakkan, mengecewakan sampai ke dalam lubuk hati yang paling dalam.
Jika pertanyaan apa itu benci sudah terjawab, lalu kenapa ada benci?
Dari mana benci itu? Bagaimana kita bisa benci? Aku terus bertanya-tanya
sambil melangkahkan kakiku. Aku terus berjalan. Beberapa orang secara
tiba-tiba memberikan jawaban tentang benci di jalan di mana aku terus
mengayunkan kakiku untuk tetap melangkah.
Seorang bapak tua menjawab, “Benci ada
karena kita tidak bisa menerima sesuatu yang menyakitkan. Dia lahir dari
pertentangan. Cinta adalah saudara kandungya. Dia datang dari negeri
antah berantah. Dia lalu berkemah di hatimu bahkan membuat rumah jika
kamu membuat ia nyaman.”
Seorang ibu setengah baya menjawab,
“Benci itu sisa-sisa perjalanan cintamu. Dia bersembunyi di balik cinta
yang kau agung-agungkan itu. Dia hadir di saat cintamu seakan berdiri
di ujung jurang. Ketika cintamu mengecil, keluarlah dia dengan
gagahnya. Membawa tombak yang siap menusuk hati. Kita tidak bisa
mengindari benci. Dia selalu hadir di dalam diri setiap orang.”
Seorang pemuda menjawab, “Benci itu
semangat hitam dibalik putih. Ia seperti lahar di dalam dapur magma
sebuah gunung berapi yang terus bergejolak menunggu waktu yang tepat
untuk keluar. Sulit untuk menentukan volume dan kekuatan benci itu.
Ketika gunung api itu meletus, ia meredupkan semua semangat cinta.
Melepuhkan semua yang menghalanginya. Dia ada karena kita terlalu
bersemangat untuk menyambut cinta. Kita mendiamkan benci. Dan di saat
dapur magma kebencian itu sampai pada titik tertinggi dan cinta
meninggalkan kita, benci itu hadir. Merevolusi hatimu yang penuh dengan
cinta lalu membangun tonggak kekuasaan di dalam hatimu.”
Seorang anak perempuan menjawab, “Benci
itu ada karena angin yang tiba-tiba datang menyelinap ke dalam
genggamanmu dan menjatuhkan permen lolipop yang sedang kamu makan ke
tanah. Permen lolipop yang kamu genggam dengan rasa cinta, tapi lambat
laun kamu tidak bisa lagi mengenggam permen lolipop itu dengan erat.
Cinta yang mengeratkan genggamanmu ternyata tidak kuat menahan terpaan
angin. Angin yang membawa kebencian, datang tidak diduga lalu menghapus
cinta begitu saja seolah-olah cinta itu kotoran baginya.”
Aku termenung. Apa arti dari semua
jawaban itu? Apakah itu berarti benci seperti teori Big Bang? Benci yang
keluar dari hati ketika kita tidak mampu lagi menahan tekanan yang
kuat dari lubuk hati yang paling dalam. Atau mungkin yang lainnya?
Benci yang bergerak dengan perlahan namun pasti. Benci yang bersembunyi
dalam bayangan cahaya. Benci yang…
Hingga akhirnya aku mengentikan langkah
kakiku. Aku tak tahu seberapa jauh aku berjalan. Aku pun tak tahu
sejauh mana benci itu ada. Aku memandang cakrawala berharap ada jawaban
disana. Tiba-tiba aku tersentak. Aku sadar bahwa semua jawaban
orang-orang tadi salah. Benci berasal dari dalam cinta itu sendiri.
Benci bukanlah negasi dari cinta. Benci ada karena ia adalah bagian dari
cinta. Benci berarti juga bercinta dengan caranya sendiri.
Baca Selengkapnya →BENCI ?????