اقْرَأْ
بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَق َ(1) خَلَقَ الْإِنْسَانَ مِنْ عَلَق ٍ(2)
اقْرَأْ وَرَبُّكَ الْأَكْرَمُ(3)الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ (4) عَلَّمَ
الْإِنْسَانَ مَا لَمْ يَعْلَمْ(5)
‘Iqra’
(bacalah) denqan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
Menciptakan manusia dari segumpal darah. Iqra’ (bacalah), dan Tuhanmu
lah yang Paling Pemurah, sang Mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam. Dia Mengajarkan kepada manusia apa sang tidak diketahuinya. (Q.
Al ‘Alaq: 1-5)
perintah “IQRA” bukanlah
sekedar “membaca” dalam arti menggoyang lidah untuk melantunkan huruf
demi huruf, kata demi kata dan kalimat demi kalimat, namun Inilah yang membedakan antara membaca yang bernilai ibadah dengan membaca dalam bentuk yang lain. perintah “IQRA” secara luas justru mengandung tiga pengertian dasar.
Pertama, pengertian secara tekstual yaitu membaca ayat-ayat Allah (tanda-tanda Ilahi) yang tertulis dalam Al-Quran (al Aayaat al Qauliyyah);
Aliif = “Allah”.
Qaaf = “Quran”.
Raa = “Rahmat”
Dalam konteks ini, kata “IQRA” diartikan bahwa Allah swt menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al-Anbiya: 107)
Raa = “Rahmat”
Dalam konteks ini, kata “IQRA” diartikan bahwa Allah swt menurunkan Al-Quran kepada Nabi Muhammad saw untuk menjadi rahmat bagi alam semesta.
"Dan tiadalah Kami mengutus kamu melainkan sebagai rahmat bagi alam semesta.” (QS. Al-Anbiya: 107)
kedua, yaitu membaca ayat-ayat Allah (tanda-tanda Ialhi) yang tercipta dan terdapat di alam semesta;
Aliif = “Allah”
Qaaf = “qalam” (gejala alam)
Raa = “ra’a” (membaca dengan mata)
Dalam konteks ini, kata “IQRA” diartikan bahwa alam semesta merupakan al-qalam (tanda-tanda) yang dianugerahkan Allah untuk dipahami secara visual (dibaca dengan mata) oleh manusia untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar sebuah ilmu pengetahuan.
Raa = “ra’a” (membaca dengan mata)
Dalam konteks ini, kata “IQRA” diartikan bahwa alam semesta merupakan al-qalam (tanda-tanda) yang dianugerahkan Allah untuk dipahami secara visual (dibaca dengan mata) oleh manusia untuk selanjutnya dijadikan sebagai dasar sebuah ilmu pengetahuan.
ketiga, membaca ayat-ayat Allah (tanda-tanda Ilahi) yang terdapat pada diri pribadi setiap manusia.
Aliif = “Allah”
Qaaf = “qalbu” (perasaan).
Raa = “ruuh” (jiwa).
Nah, dalam konteks ini, kata “IQRA” ditafsirkan sebagai sebuah sistem yang terdapat di dalam setiap diri pribadi manusia yang harus bekerja secara bersinergi, selaras dan seimbang. Ketiga komponen inilah (yakni Allah, perasaan dan jiwa) yang disebut oleh sains modern sebagai realitas quantum diri manusia, sebuah realitas yang tidak kasat mata, namun menyimpan sebuah kekuatan dahsyat yang keberadaannya mampu merubah nasib manusia. Secara Khusus maknanya Selalu Menghadirkan Allah dalam Hati Kita/Mengingat Allah..
Raa = “ruuh” (jiwa).
Nah, dalam konteks ini, kata “IQRA” ditafsirkan sebagai sebuah sistem yang terdapat di dalam setiap diri pribadi manusia yang harus bekerja secara bersinergi, selaras dan seimbang. Ketiga komponen inilah (yakni Allah, perasaan dan jiwa) yang disebut oleh sains modern sebagai realitas quantum diri manusia, sebuah realitas yang tidak kasat mata, namun menyimpan sebuah kekuatan dahsyat yang keberadaannya mampu merubah nasib manusia. Secara Khusus maknanya Selalu Menghadirkan Allah dalam Hati Kita/Mengingat Allah..
Pancaindra
manusia yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa dan peraba
menempati posisi yang sangat penting bagi manusia dan sangat berguna
untuk menangkap pesan tentang benda-benda dan keadaan yang ada di
lingkungan sekelilingnya.
Akal,
yang berfungsi pada tataran rasionalitas. Akal memiliki kemampuan untuk
mengumpul data, menganalisa, mengolah dan membuat kesimpulan dari yang
telah tertangkap dan diinformasikan oleh pancaindra.
Intuisi atau ilham
didapat tanpa melalui proses penalaran tertentu. Tidak semua orang bisa
mendapatkan kemampuan intuitif dan ilham, kecuali orang-orang yang
melakukan musyahadah melalui kontemplasi (perenungan), ibadah dan taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah SWT.
Kemampuan dimiliki
manusia sangat terbatas, baik bersifat fisik yang masih menyimpan
misteri bagi manusia, apatah lagi yang bersifat non-fisik dan irrasional
yang tidak mampu dicerna akal.
Wahyu
membimbing manusia, agar tidak tertipu oleh indra dan akalnya yang
terbatas. Wahyu memberikan kepastian agar akal tidak mengelana tanpa
arab yang dapat membawa kepada ketersesatan dari kebenaran yang hakiki.
Wahyu
adalah pengetahuan dan kebenaran tertinggi yang datang dari Dzat Yang
Maha Tinggi dan Yang Maha Tahu segala rahasia alam semesta ini.
Wahyu Allah adalah kebenaran yang bersifat mutlak.
“Kami
akan memperlihatkan kepada mereka ayat-ayat Kami di segenap wilayah
bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa
Al-Quran itu adalah benar.” (QS. Fushilat: 53)
Kata “IQRA” sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari perintah “IQRA”, pada dasarnya merupakan himpunan dari huruf Aliif – Qaaf – Raa – Aliif, yang jika diringkas merupakan himpunan ketiga huruf Aliif, Qaaf dan Raa.
Pada
huruf-huruf tersebut seakan-akan ada isyarat dan hakikat yang perlu
kita pahami sehingga pada akhirnya kita akan mampu mengungkap rahasia
yang tersimpan dibalik perintah “IQRA”.
Rahasia tersebut baru akan benar-benar terungkap jika saja kita mampu menghimpun rangkaian huruf demi huruf yang menyusun kata “IQRA” secara sempurna ke dalam tiga pengertian dasar perintah “IQRA” itu sendiri.
Allahu a ‘lam bishawab.
Wassalam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar